Home GALLERY Pembentukan Karakter dengan Pedagogi Reflektif

Pembentukan Karakter dengan Pedagogi Reflektif

Tak bisa dipungkiri, sekarang ini kita dihinggapi kegelisahan terhadap bagaimana karakter generasi millennial yang sering menghabiskan waktu berselancar di dunia maya ini terbentuk. Dulu, nasehat orang tua dan budaya lokal bisa menjadi panutan atau paling tidak menjadi alarm bagi mereka. Akan tetapi, sekarang siapa peduli?

Dunia hampir-hampir terbuka seluruhnya bersamaan dengan kemudahan kita mengakses internet. Paradoksnya, dalam keterbukaan dunia itu, ada kecenderungan ketertutupan diri dengan munculnya identitas-identitas maya yang semu. Belum lagi, banyak orang masih memiliki pikiran sempit di tengah banyaknya informasi membanjiri kehidupan kita. Kebebasan beropini menjadi eforia bersama dan berseliweran tanpa mengenal waktu. Kebenaran informasi akhirnya menjadi samar ketika kita malas melakukan petualangan pencarian kebenaran itu sendiri. “Apa itu kebenaran?” kata Pilatus saat mengadili Yesus dari Nazareth.

Beberapa hari yang lalu, saya bertemu dengan salah satu sahabat sekaligus pembimbing spiritual saya, Romo Leo Agung Sardi, SJ dalam rangka membicarakan pengembangan spiritualitas Ignatian bagi kehidupan keluarga masa kini. Dalam obrolan ringan yang kami lakukan, beliau mengungkapkan bahwa kedangkalan manusia dalam memandang kehidupan menjadi tanda-tanda kedangkalan spiritualitasnya. Sedikit orang sekarang ini yang berani masuk lebih dalam menyelami peristiwa yang terjadi, juga masuk ke bagian lebih dalam dari dirinya. Kita hidup hanya hidup di garis luar kemanusiaan kita.

Mendengar itu, saya jadi termenung; betapa saya pun ada dalam pusaran kedangkalan itu. Kesibukan dan kesenangan menikmati hiburan dalam gawai saya sering membuat saya lupa akan makna dari kedalaman. Sekilas, orang-orang ini (termasuk saya) begitu menikmati kehening berselancar di dunia maya, tetapi nyatanya budi pikiran kita riuh di belantara maya. Raga kita bisa saja terlihat hening, tetapi hati dan pikiran kita menjerit-jerit tanpa kendali. Kedalaman selalu berkaitan dengan keheningan sejati; justru bukan raga yang hening, tetapi hati dan budi lah yang harus hening. 

Pembentukan karakter berkaitan dengan pelatihan diri terus-menerus. Pengulangan pengalaman (repetition) menjadi kunci terbentuknya habit yang akan mengendap menjadi karakter. Artinya, pembentukan karakter tidak terlepas dari proses kehidupan seseorang. Ketika kita berbicara proses, sebenarnya di sana ada ruang di mana kita bisa menimbang-nimbang kualitas baik proses maupun apa yang terjadi dalam proses itu. Ruang itulah yang sebenarnya kita sebut dengan ruang reflektif. Ruang Reflektif menjadi sarana kita sebagai manusia untuk masuk dan memperoleh kedalaman spiritual, kedalaman budi, dan kedalaman kehendak dalam tindak.

Miliki kedalaman berpikir dan bertindak dengan pertama-tama membiasakan diri masuk ke kedalaman spiritual. Lontar Edukasindo berkomitmen untuk memberikan pelatihan-pelatihan pembentukan karakter dalam bentuk training, workshop, retreat, dan outbound. Hubungi kami di info@lontaredukasindo.com atau WA 085885527528 untuk info dan presentasi lebih lengkap.